Replika Sandal Nabi SAW |
“Sandal Nabi Muhammad SAW, berada di atas dunia ini. Seluruh makhluk berada di bawah naungannya. Ketika Nabi Musa dipanggil Allah di Gunung Tursina, ia diperintah untuk melepaskan sandalnya. Sedang Nabi Muhammad meski berada di sisi Allah, ia tidak pernah diperintah melepaskan sandalnya”.
Begitulah kira-kira terjemah diantara syair Syeikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani tetang puji-pujiannya kepada Sandal Rasulullah SAW.
Syaikh Yusuf An-Nabhani juga melukis Sandal Rasulullah SAW. Lukisan ini adalah lukisan sandal Rasulullah SAW yang paling benar diantara gambar-gambar yang pernah ada sebelumnya. Lukisan ini diambil dari kitab “Fathul Muta’al” Karya Al-‘Allamah As-Syihab Ahmad al-Muqri yang telah diberi rekomendasi oleh para ulama dan huffazh seperti As-Suyuthi, As-Sakhawi, dan dan Ad-Dailami.
Lukisan sandal Rasulullah SAW banyak dijadikan semacam jimat, terutama oleh kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dan memang, walaupun berupa lukisan, ia mempunyai banyak faidah diantaranya seperti yang dituturkan oleh Ibnu ‘Asakir bahwa Syeikh Abu Ja’far Ahmad bin Abdul Majid memberikan lukisan sandal Rasulullah kepada sebagian muridnya. Setelah beberapa hari menerima, seorang muridnya datang kepadanya dan berkata, “Tadi malam berkat lukisan sandal ini istri saya yang sedang sakit parah sembuh seketika. Aku letakkan lukisan ini di atas badannya yang sakit dan aku berdoa: Allahumma arini barokata hadzan na'lir rasul saw .
Syekh Abu Bakar Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan dalam salah satu bait syairnya bahwa lukisan sandal Rasulullah dapat menyembuhkan penyakit, membahagiakan orang yang susah dan member keamanan dari ketakutan.
Syekh Al-Qisthillani dan Syekh Al-Muqri menukilkan banyak khasiat lukisan sandal dengan menyimpan dan selalu membawanya kemanapun pergi.
Syekh An-Nabhani menukil beberapa faidah lukisan sandal ini, dimana faidah tersebut telah diuji (mujarrab) oleh para ulama terdahulu, diantaranya adalah:
1. Orang yang selalu membawanya akan selamat dari gangguan pengacau, dan orang yang akan berbuat hasud.
2. Bila wanita hamil membawanya di tangan kanannya ketika akan melahirkan, maka proses melahirkan akan digampangkan, bi haulillah wa quwwatihi.
3. Mendapatkan penjagaan dari sihir.
4. Orang yang selalu membawanya akan diterima di masyarakat, dan akan dapat melihat beliau dalam mimpi dan menziarahi Rosululloh.
5. Bila tentara membawanya, maka pasukannya akan menang.
6. Bila dibawa bepergian (baik darat maupun laut), maka akan selamat. Jika ditaruh dalam rumah, maka rumah tersebut tidak akan terbakar.
7. Jika ditaruh dalam barang dagangan, maka barang tersebut tidak akan dicuri.
8. Bila untuk suatu hajat, bertawassul dengan pemilik sandal ini (Rosululloh) maka hajat kita akan dikabulkan. Atau untuk suatu kesempitan (masalah), maka akan diberi jalan keluar. Atau pada orang yang sakit, maka ia akan sembuh.
9. Dan orang yang menaruh gambar tersebut di atas kepalanya, maka Alloh akan memenuhi apa yang dicita-citakannya.
Syeikh Yusuf An-Nabhani adalah satu diantara ulama-ulama yang telah berusaha menggambarkan sifat sandal Rasulullah SAW yang tersebut dalam kitab-kitab sirah nabawiyah yang mereka tulis. Ulama-ulama tersebut merupakan para imam, pembesar dari kalangan huffazh dan para muhadditsin. Pembahasan dan perhatian mengenai sifat sandal Rasulullah berusaha di perdalam dilakukan secara mendalam, disertai puji-pujian terhadap sandal tersebut dalam bentuk syair maupun natsar. Para ulama itu diantaranya adalah Ibnul ‘Arabi, Ibnu ‘Asakir, Ibnu Marzuq, Al-Fariqi, As-Suyuthi, As-Sakhawi, At-Taa’i dan Al-‘Iraqi.
Pelukisan sandal Rasulullah tentunya muncul dari kecintaan kepada Rasulullah SAW, yang diberi keistemawaan berupa derajat dan kedudukan yang tinggi. Ibarat sesorang mencintai orang lain, maka segala apa yang berhubungan dengan yang dicintai, juga akan disukainya.
Lukisan sandal hanya sebagai wasilah kepada Rasulullah SAW yang telah diberikan Allah badan dan kaki yang bagus dan tidak ada orang lain yang menyamainya. Sebenarnya bukan mencintai sandal, tetapi mencintai orang yang memiliki sandal itu.Shallallahu alaihi wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Sumber: Mutakharijin Assunniyyah
“Wali itu tidak membuka jalan popularitas dan juga tidak melakukan pengakuan akan kewaliannya. Bahkan kalau bisa ia akan menyembunyikannnya. Karena itu orang yang ingin terkenal dalam hal tersebut, bukanlah ia seorang ahli thariqah”
(Dhurar al-Muntatsirah fi al-Masa’il al-Tis’a ‘Asyarah, hal. 9).
(Dhurar al-Muntatsirah fi al-Masa’il al-Tis’a ‘Asyarah, hal. 9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar